Perlindungan Hukum Terhadap Korban Perdagangan Manusia atau Human
Traficking
Perdagangan
manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah kejahatan yang sangat
sulit diberantas dan disebut -sebut oleh masyarakat internasional sebagai
bentuk perbudakan masa kini dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Kejahatan ini terus menerus berkembang secara nasional maupun internasional.
Dengan
perkembangan dan kemajuan teknologi, informasi, komunikasi dan transportasi,
maka semakin berkembang pula modus kejahatannya yang dalam beroperasinya sering
dilakukan secara tertutup dan bergerak di luar hukum. Pelaku perdagangan orang
(trafficker) pun dengan cepat berkembang menjadi sindikasi lintas batas negara
dengan cara kerja yang mematikan .
Pengertian
tindak pidana perdagangan orang sendiri tertuang dalam pasal 2 ayat 1
Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang, yang menyebutkan
“Setiap orang yang melakukan
perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan
seseorang dengan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi
bayar an atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang
kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah
Negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002, Pasal 4; dinyatakan
bahwa:
“Setiap anak berhak untuk dapat
hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.”
Perdagangan
orang dapat mengambil korban dari siapapun, orang dewasa dan anak-anak,
laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam situasi dan kondisi
yang rentan.
faktor
yang mendorong terjadinya perdagangan perempuan dan anak adalah :
Ø Kurangnya
pengetahuan tentang akibat dari trafiking.Kurangnya
kesadaran ketika mencari pekerjaan dengan tidak mengetahui bahaya trafiking dan
cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak korban.
Ø Faktor
ekonomi. Kemiskinan telah memaksa banyak orang untuk mencari
pekerjaan ke mana saja tanpa melihat resiko dari pekerjaan tersebut .
Ø Keinginan
untuk secara cepat mendapatkan uang/kerja dengan cara yang tidak terlalu berat.Keinginan
dari dalam diri sesorang untuk mendapatkan uang dengan mudah, membuat orang
tersebut berpikir praktis, dengan menjual anakny a kemudian orang tersebut
mendapatkan hasil dari penjualan anaknya dan menerima uang dari hasil anaknya
bekerja.
Ø Adanya
izin dari orang tua. Orang tua memberikan izin untuk menjual
anaknya karena faktor ekonomi, sehingga membuat orang tua berpikiran untuk
memberi izin anaknya diperdagangkan.
Ø Adanya
keinginan untuk mengikuti perkembangan modern/zaman.
Keinginan mengikuti perkembangan zaman tanpa usaha yang keras untuk mendapatkan
hal tersebut, membuat beberapa orang berpikiran untuk menjual anaknya guna
memperoleh penghasilan untuk memenuhi keinginan untuk mengikuti perkembangan
zaman.
Ø Rendahnya
kesadaran akan persoalan perdagangan orang.
Ø Lemahnya
penegakan hukum bagi pelaku perdagangan orang.
Ø Lemahnya
pemahaman individu, keluarga, masyarakat dan pemerintah tentang
tanggungjawabnya dalam pemenuhan hak asasi perempuan dan anak.
Secara
konstitusional negara wajib menyelenggarakan perlindungan bagi warga negaranya.
Sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945, salah satu tujuan pembentukan
Pemerintahan Republik Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa
Perlindungan Hukum
a. Perlindungan hukum terhadap anak yang
menjadi korban perdagangan orang dalam arti jaminan hak -haknya yang diatur
jelas dan tegas dalam perundang-undangan, yaitu segala kegia tan untuk menjamin
dan melindungi anak dari hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
b. Perlindungan hukum dalam arti bagaimana
hak anak diperhatikan dan diterapkan jaminan perlindungannya oleh aparat dalam
penegakan hukum, yaitu bahwa aparat hukum berkewajiban dan bertanggungjawab
untuk memberi perlindungan kepada korban dengan memperhatikan hak-haknya dan
memberi jaminan perlindungan terhadap keamanan korban.
Agar
tidak mudah seseorang dibujuk untuk melakukan perdagangan orang dan masyarakat
menjadi tahu tentang bahaya trafiking, maka masyarakat umum perlu mengetahui
beberapa cara atau pengetahuan tentang pencegahan perdagangan orang, antara
lain:
1.
Dari dalam keluarga
v Perhatian
orangtua pada anak.
v Komunikasi
yang lancar antar anggota keluarga.
v Hubungan
yang harmonis antar anggota keluarga.
v Memberikan
pengertian dan pengarahan bahwa tidak selamanya ke luar daerah/negeri akan
menjadi sukses.
v Mencarikan/mengusahakan
pekerjaan yang baik untuk anak.
v Memberikan
pendidikan formal dan keterampi lan untuk anak.
2.
Dari dalam tempat tinggal
v Penelitian
dan pengawasan berkas/administrasi.
v Selektif dalam pengurusan surat.
v Meneliti keabsahan agen tenaga kerja/PJTKI.
3.
Dari dalam masyarakat
v Kontrol
terhadap orang yang merekrut tenaga kerja.
v Menghimbau
masyarakat agar peka terhadap keadaan yang mencurigakan.
v Membuka
lapangan kerja.
v Kerjasama
antar berbagai instansi perlu ditingkatkan.
Hak-hak
korban tindak pidana perdagangan orang yang diatur dalam Undang - Undang No.21
tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah sebagai
berikut:
a. Hak kerahasiaan identitas korban tindak
pidana perdagangan orang dan keluarganya sampai derajat kedua (Pasal 44).
Kerahasiaan identitas merupakan perlindungan keamanan pribadi korban dan
ancaman fisik maupun psikologis dari orang lain. Dengan kerahasiaan identitas
korban ini menghindari penggunaan identitas korban seperti tentang sejarah
pribadi, pekerjaan sekarang dan masa lalu, sebagai alasan untuk menggugurkan
tuntutan korban atau untuk memutuskan tidak dituntut para pelaku kejahatan.
b.
Hak untuk mendapat perlindungan dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa
dan/atau hartanya (Pasal 47). Perlindungan keamanan dari ancaman terhadap diri,
jiwa dan/atau harta sangat diperlukan oleh korban, karena kerentanan korban
yang diperlukan kesaksiannya, dapat diteror dan diintimidasi dan lain -lain
telah membuat korban tidak berminat untuk melaporkan in formasi penting yang
diketahuinya. Jika perlu korban ditempatkan dalam suatu tempat yang
dirahasiakan atau disebut rumah aman. Perlindungan terhadap korban diberikan
baik sebelum, selama maupun sesudah proses pemeriksaan perkara
c.
Hak untuk mendapat restitusi (Pasal 48) Setiap korban atau ahli warisnya berhak
memperoleh restitu si berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau
penghasilan, penderitaan, biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau
psikologis dan/atau kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat
perdagangan orang.
d. Hak untuk memperoleh rehabilitasi
kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan dan reintegrasi sosial dari
pemerintah (Pasal 51). Dalam penjelasan undang-undang tersebut bahwa
rehabilitasi kesehatan maksudnya adalah pemulihan kondisi semula baik fisik
maupun psikis. Rehabilitasi sosial maksudnya adalah pemulihan dari gangguan
terhadap kondisi mental sosial dan pengembalian keberfungsian sosial agar dapat
melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga mau pun dalam
masyarakat.
e.
Korban yang berada di luar negeri berhak dilindungi dan dipulangkan ke
Indonesia atas biaya negara (Pasal 54). Korban yang berada di luar negeri akan
diberikan bantuan untuk dipulangkan melalui perwakilan di luar negeri yaitu
kedutaan besar, konsulat jenderal, kantor penghubung, kantor dagang atau semua
kantor diplomatik atau kekonsuleran lainnya dengan biaya negara. Secara garis
besar aturan-aturan tentang tindak pidana perdagangan orang sudah sesuai dengan
kovensi yang sudah diratifikasi walaupun belum sempurna.
f.
Layanan Konseling dan Pelayanan/Bantuan Medis
Pada
umumnya perlindungan yang diberikan kepada korban sebagai akibat dari tindak
pidana perdagangan orang dapat bersifat fisik maupun psikis. Akibat yang
bersifat psikis lebih lama untuk memulihkan daripada akibat yang bersifat
fisik. Pengaruh akibat tindak pidana perdagangan orang dapat berlangsung selama
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Oleh karena itu diperlukan pendampingan
atau konseling untuk membantu korban dalam rangka memulihkan kondisi
psikologisnya seperti semula.
Analisis
:
Dari
kasus diatas bisa disumpulkan permasalahannya adalah tentang perdagangan
manusia atau Human Traficking yang terjadi di Indonesia. Korban
Human Traficking mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan atas kebutuhannya
untuk dapat hidup dengan aman, mendapatkan retritusi dan konfensasi. Penyebab
terjadinya perdagangan manusia adalah kurangnya pengetahuan akibat trafficking,
Faktor ekonomi yang dialami keluarga tersebut, Kurangnya lapangan pekerjaan,
dll. Solusi untuk mengatasi Human Traficking dengan cara orang tua harus lebih perhatiian
lagi terhadap anaknya, memberikan keterampilan, pendidikan dan penyuluhan
mengenai bahayanya terhadap sindikat – sindikat atau oknum – oknum tertentu
yang berlindung dibalik sebuah instansi yang mengatas namakan dirinya sebagai
penyambung tenaga kerja, Kemudian tugas pemerintah untuk mampu menciptakan
lapangan pekerjaan sehingga masyarakat tidak mudah tergiur dengan tawaran –
tawaran yang memanfaatkan kemiskinan ekonomi masyarakat.
NAMA : EVI MARGARETHA
NPM :
13213004
KELAS : 2EA04
Sumber Referensi :
http://cancergoxil.blogspot.com/2014/05/perlindungan-hukum-terhadap-korban.html
file:///C:/Users/userr/Downloads/FH-UII-PERLINDUNGAN-HUKUM-TERHADAP-KORBAN.pdf