PENERAPAN
SISTEM DEMOKRASI LIBERAL 1945-1959 DI INDONESIA
Indoensia sebagai Negara yang baru
berdiri (17 Agustus 1945 ) dalam perjalanannya mengalami pasang surut dalam
menerapkan sistem demokrasi. Perjalanan
demokrasi di Indonesia dimulai
dengan Demokrasi Liberal yang diterapkan pada tahun 1950 dimana saat itu terjadi
banyak sekali pergantian kabinet, dimana kabinet paling sukses hanya dapat
berjalan 2 tahun Masa Liberal di Indonesia (1950-1959) biasa pula disebut masa
kabinet parlementer. Kabinet parlementer adalah kabinet yang pemerintahan
sehari-hari dipegang oleh seorang Perdana Menteri. Dalam masa Kabinet
Parlementer ini ternyata konflik partai di Indonesia sangat tinggi sehingga
kabinet terpaksa jatuh bangun.Bahkan, pemilihan umum pertama yang dilangsungkan
pada tahun 1955 gagal membawa kestabilan politik pada Indonesia. Indonesia
setidaknya telah melalui empat masa demokrasi dengan berbagai versi.
v Pertama adalah demokrasi liberal dimasa kemerdekaan (1945-1959).
v Kedua adalah Demokrasi Terpimpin (1959-1966), ketika Presiden Soekarno
membubarkan konstituante dan mendeklarasikan demokrasi terpimpin.
v Ketiga adalah Demokrasi Pancasila (1966-1998) yang dimulai sejak pemerintahan
Presiden Soeharto.
v Keempat adalah demokrasi yang saat
ini masih dalam masa transisi (1998-). Nampaknya pasang surut penerapan sistem demokrasi
itu bisa dipahami karena sebagai negara yang baru merdeka sedang dalam proses
mecari bentuknya.
Kelebihan dan kekurangan pada
masing-masing masa demokrasi tersebut pada dasarnya bisa memberikan pelajaran
berharga bagi kita. Demokrasi liberal ternyata pada saat itu belum bisa
memberikan perubahan yang berarti bagi Indonesia. Namun demikian, berbagai
kabinet yang jatuh-bangun pada masa itu telah memperlihatkan berbagai ragam
pribadi beserta pemikiran mereka yang cemerlang dalam memimpin namun mudah
dijatuhkan oleh parlemen dengan mosi tidak percaya. Sementara demokrasi
terpimpin yang dideklarasikan oleh Soekarno (setelah melihat terlalu lamanya
konstituante mengeluarkan undang-undang dasar baru) telah memperkuat posisi
Soekarno secara absolut. Di satu sisi, hal ini berdampak pada kewibawaan
Indonesia di forum Internasional yang diperlihatkan oleh berbagai manuver yang
dilakukan Soekarno serta munculnya Indonesia sebagai salah satu kekuatan
militer yang patut diperhitungkan di Asia. Namun pada sisi lain segi ekonomi
rakyat kurang terperhatikan akibat berbagai kebijakan politik pada masa itu.
Kemudian Demokrasi terpimpin
selalu diasosiasikan dengan kepemimpinan Sukarno yang otoriter. Hal itu berawal
dari gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan
rentetan peristiwa-peristiwa politik yang mencapai klimaksnya dalam bulan Juni
1959 yang akhirnya mendorong Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden
pada tanggal 5 Juli 1959. Dekrit itu dikeluarkan dalam suatu acara resmi di
Istana Merdeka, mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante
dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka sebuah sistem
demokrasi yakni Demokrasi Terpimpin (Wasino, 2009: 8).
Demokrasi terpimpin dicetuskan oleh
Soekarno karena beberapa Sebab:
- Alasan
keamanan,
yaitu beberapa gerakan separatis yang menyebabkan ketidakstabilan politik
pada masa demokrasi liberal.
- Alasan
ekonomi,
dimana penggantian kabinet saat demokrasi liberal diterapkan menimbulkan
banyak perbedaan program, sehingga sektor ekonomi terhambat
pembangunannya.
- Alasan politik, dimana gagalnya penyusunan UUD yang beri demi menggantikan UUDS 1950.
Demokrasi Parlementer (Liberal)
Demokrasi
parlementer (Liberal) dipemerintahan kita telah dipraktekkan pada masa
berlakunya UUD 1945 periode pertama (1945-1949) kemudian dilanjutkan pada masa
berlakunya UUD Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 dan UUD 1950. Pelaksanaan
demokrasi parlementer tersebut secara yuridis resmi berakhir pada tanggal 5
Juli 1959 bersamaan dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 (Asri Tapa, 2009: 59).
Pada masa berlakunya Demokrasi
Parlementer (1945-1949), kehidupan politik dan pemerintahan tidak stabil,
sehingga program pembangunan dari suatu pemerintahan tidak dapat dilakukan
dengan baik dan berkeseimbangan. Salah satu penyebab ketidaktsabilan tersebut
ialah sering bergantinya pemerintahan yang bertugas sebagai pelaksana
pemerintahan. Hal ini terjadi karena dalam negara demokrasi dengan sistem
pemerintahan parlementer, kedudukan negara berada dibawah DPR dan keberadaanya
sangat bergantung kepada dukungan DPR, dan pemerintahan lain adalah timbulnya
perbedaan pendapat yang sangat mendasar diantara partai politik yang ada saat
itu (Asri Tapa, 2009: 60). Namun demikian, berbagai kabinet yang jatuh-bangun
pada masa itu telah memperlihatkan berbagai ragam pribadi beserta pemikiran
mereka yang cemerlang dalam memimpin namun mudah dijatuhkan oleh parlemen
dengan mosi tidak percaya (Irwan Prayitno, 2009:1)
Sistem Multi Partai
Sistem politik pada masa demokrasi
liberal telah mendorong untuk lahirnya partai – partai politik, karena dalam
sistem kepartaian menganut sistem multi partai. Konsekuensi logis dari
pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan
sistem multi partai yang dianut, maka partai – partai inilah yang menjalankan
pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 –
1959, PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu
lima tahun (1950 -1955) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam
empat kabinet (Anonim, Wartawarga 2011).
Sistem multi partai disamping
mencerminkan adanya kehidupan demokrasi di dunia politik Indonesia,
juga memicu terjadinya konflik antarpartai pada saat itu. Pengaruh partai politik
pada saat itu sangat besar terhadap kelangsungan hidup suatu kabinet
pemerintahan. Sering dilakukannya pergantian kabinet merupakan dampak dari
konflik antar partai yang sering terjadi,. Konflik-konflik tersebut terjadi
karena di dalam menjalankan peran dan fungsi dari masing-masing partai terjadi
benturan-benturan baik dari segi ideologi, pemanfaatan isu nasional, dan hal
ini terlihat jelas pada perjalanan masing-masing partai pada masa Demokrasi
Liberal saat itu. Dengan menggunakan ideologi, sebuah partai mencoba untuk
menyerang partai lainnya. Caranya adalah menghubungkan ideologi masing-masing
dengan isu-isu nasional yang dianggap dapat mengurangi pengaruh bahkan
menjatuhkan partai lainnya. Setiap partai mempunyai kelompok-kelompok sosial
tertentu yang dijadikan wahana untuk mencari pengaruh dan memperjuangkan
ideologi masing-masing (Arif Hilman Arda, 2010).
Dinamika politik yang tidak stabil
yang tergambar dengan sering terjadinya pergantian kabinet merupakan dampak
dari konflik di atas. Untuk melihat bagaimana dinamika politik selama masa
Demokrasi Liberal, antara lain dapat ditempuh melalui jumlah pergantian
kabinet yang demikian cepat, dari kabinet yang satu ke kabinet yang lain.Selama
Indonesia merdeka, tak kurang dari 25 kabinet yang telah memerintah Indonesia,
selain itu ahli lain juga menghitung usia rata-rata dari 12 kabinet di era
Demokrasi Liberal, tak lebih dari 8 (delapan) bulan (Rusli Karim, 1983 : 48)
Di era Demokrasi Liberal, sistem
multipartai sangat mendukung terciptanya kehidupan demokrasi di Indonesia.
Partai-partai politik yang jumlahnya sangat banyak berperan penting dalam
kelancaran proses demokratisasi. Partai politik sebagai sarana komunikasi
politik, sangat berperan penting dalam penyaluran kepentingan ini terhadap
pemerintah.
Pada kenyataannya peranan
setiap partai dalam menyalurkan aspirasi pendukung masing-masing, dihadapkan
kepada dua pilihan,yaitu berusaha untuk menggabungkan kepentingan-kepentingan
dari seluruh partai atau memperjuangkan kepentingan masing-masing dimana
konsekuensinya adalah terjadinya banyak konflik antar partai. Ideologi dari
masing-masing partai yang sangat mempengaruhi jenis kepentingan yang mereka
perjuangkan terkadang menjadi alat untuk saling menjatuhkan.
Konflik antarpartai yang didasari
oleh perbedaan ideology kemungkinan besar dipengaruhi oleh sosialisasi politik
yang diperoleh para pendukung partai dari partai politik masing-masing. Partai
politik sebagai sarana sosialisasi politik bertanggung jawab untuk semaksimal
mungkin memberikan pemahaman mengenai ideologi dari partai tersebut kepada
masyarakat sehingga terbentuk sikap dan orientasi politik yang didasari oleh
ideologi tersebut. Setiap partai politik berusaha untuk mempengaruhi setiap
individu agar mau bersikap dan mempunyai orientasi pikiran yang sesuai dengan
ideologi partai tersebut.
Fungsi lain dari partai politik yang
juga dapat menyebabkan terjadinya konflik antar partai adalah sebagai wadah
rekruitmen politik. Terkadang setiap partai politik cenderung mempunyai sasaran
tersendiri berupa kelompok-kelompok sosial untuk direkrut menjadi anggota
partai yang turut aktif dalam kegiatan politik partai. Kecendrungan ini
berdampak kepada adanya suatu pengidentikkan suatu partai dengan sebuah
kelompok sosial didalam masyarakat. Contohnya PKI yang identik dengan kelompok
petani, karena memang sasaran utama dari rekruitmen politik yang dilakukan oleh
PKI adalah kalangan petani.Dan PNI pun dengan konsep nasionalismenya di
identikkan dengan kaum elit pemerintah yang mempunyai prinsip mempertahankan
jiwa-jiwa nasional. Adanya pemisahan secara extrim kelompok-kelompok sosial ini
dapat memancing terjadinya konflik antar kelompok sosial tersebut sehingga
sulit tercapai suatu integrasi secara sosial. Sama halnya dengan sulitnya
tercipta integrasi politik disebabkan adanya konflik antar partai politik yang
ada.
CONTOH
KEBERHASILAN PENERAPAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Bisa
dikatakan bahwa Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat demokrasi di kawasan
Asia, berkat keberhasilan mengembangkan dan melaksanakan sistem demokrasi.
keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi
negara-negara di kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa di antaranya masih
diperintah dengan ‘tangan besi’. Indonesia juga bisa menjadi contoh, bahwa
pembangunan sistem demokrasi dapat berjalan seiring dengan upaya pembangunan
ekonomi. Dapat dinilai juga, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi yang
tidak banyak disadari itu, membuat pihak luar termasuk Asosiasi Internasional
Konsultan Politik (IAPC), membuka mata bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan
tersebut merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut juga
menjadikan Indonesia sangat berpotensi mengantar datangnya suatu era baru di
Asia yang demokratis dan makmur.
demokrasi
Indonesia telah menciptakan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi. Selain itu, Indonesia juga telah berhasil menjadi sebuah negara
demokrasi terbesar di dunia dan melaksanakan pemilu yang kompleks dengan sangat
sukses.Indonesia sebagai negara dengan populasi 4 besar dunia yang berhasil
melaksanakan demokrasi.
Perbedaan
suku, bahasa, agama, serta budaya, telah terbentuk menjadi satu kesatuan yang
utuh (NKRI), yang membentang dari Sabang sampai Merauke.
Jika
merujuk pada esensi atau inti dari motto “Bhinneka Tunggal Ika” yang hakekatnya
mengandung nilai-nilai nasionalisme, yaitu persatuan, kesatuan, serta
kebersamaan untuk satu niat dan tujuan (visi dan misi), yang dijalin erat oleh
rasa persaudaraan. Sudah tentu, keragaman yang terikat dalam Bhinneka Tunggal
Ika adalah aset yang paling berharga bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan
cita-cita luhurnya, yakni menata dan membangun bangsa Indonesia untuk menjadi
bangsa bermartabat yang mampu berdiri sendiri: adil, makmur, damai, sentosa.
Dalam
demokrasi Indonesia, yang menginduk pada Pancasila dan berorientasi pada
Undang-Undang Dasar 1945, serta mengacu pada Musyawarah Mufakat, nuansa
kebebasan yang sudah diatur dan dilindungi norma-norma atau etika kebangsaan,
telah melahirkan kembali berbagai perbedaan yang kongkrit sebagai bentuk
apresiasi dari kedemokrasian tersebut, seperti partai-partai politik,
organisasi massa, serta lembaga swadaya masyarakat. Dan maraknya keberadaan
kelompok, perkumpulan atau organisasi-organisasi, baik yang bergerak di bidang
politik, sosial kemasyarakatan ataupun yang lainnya, menunjukan bukti bahwa
demokrasi di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dan kemajuan.
Dalam
hal ini, yang dibutuhkan bangsa Indonesia adalah kesadaran dari setiap
individunya untuk bisa mengevaluasi dan merevisi diri, serta berevolusi untuk
sebuah perubahan besar di dalam diri individunya atau revolusi diri, yang
disebut pembinaan moral atau akhlak. karena moral atau akhlak, merupakan
kerangka utama dalam demokrasi Indonesia atau Demokrasi Pancasila yang disistematikan
oleh Bhinneka Tunggal Ika untuk menerapkan kejujuran dan keadilan dalam
kebersamaan, demi menata dan membangun peradaban bangsa Indonesia dalam
demokrasi yang berjiwa amanat: amanat dari amanat, amanat oleh amanat, amanat
untuk amanat, tanpa harus dikotori oleh kebohongan. Sebab kebohongan adalah
bentuk pengkhianatan yang tumbuh dari kemiskinan moral atau akhlak, yang
menjadi titik awal dari kebobrokan atau kehancuran
Analisis :
Setelah di pahami ternyata cukup berliku perjalanan
demokrasi di Indonesia,begitu banyak uji coba terhadap demokrasi. Uji coba
terjadi karena beberapa factor tentang konsepsi demokrasi.
Ada yang beranggapan bahwa demokrasi harus dijalankan
menurut model parlementer, tetapi ada juga yang berpandangan menurut model presidensiil.
Kedua konsepsi itu saling tarik-menarik yang hingga kini masih mencari
bentuknya. Agar demokrasi di Indonesia berjalan dengan baik, yang dibutuhkan
adalah kesadaran dari setiap individunya untuk bisa mengevaluasi dan merevisi
diri, serta berevolusi untuk sebuah perubahan besar di dalam diri individunya
atau revolusi diri, yang disebut pembinaan moral atau akhlak.Mari bersama-sama kita dukung dan
mengawasi kinerja pemerintahan yang ada, karena dalam demokrasi rakyatlah yang
punya andil besar dalam kemajuan sebuah Negara
NAMA : EVI MARGARETHA
NPM : 13213004
KELAS : 2EA04
Sumber Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar